Gejolak politik yang sedang terjadi di Timur Tengah, khususnya konflik Perang Israel dan Palestina, telah memberikan dampak serius terhadap industri ekspor mebel dari Jepara. Sektor ini menghadapi tantangan besar akibat gangguan yang terjadi di jalur pelayaran utama dan lonjakan drastis biaya perkapalan.
Sekretaris Jenderal Himpunan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) HIMKI, Maskur Zaenuri, mengungkapkan bahwa pengiriman produk mebel dari Jepara dan daerah-daerah lain saat ini tidak stabil. “Perang Israel dan Palestina menyebabkan kendala dalam pengiriman. Jalur kapal mengalami gangguan yang signifikan,” ujarnya seperti dilansir SuaraMerdeka.
Gangguan ini memaksa eksportir untuk mencari jalur pengiriman alternatif yang jauh dari rute normal. Salah satunya adalah dengan mengalihkan rute ke Tanjung Harapan di Afrika, yang berdampak pada peningkatan drastis waktu pengiriman. “Biasanya untuk wilayah Asia, pengiriman membutuhkan waktu sekitar 30-34 hari. Namun saat ini, waktu yang diperlukan bisa mencapai 56-70 hari,” tambah Maskur.
Akibat kondisi yang tidak menentu ini, mayoritas produk furniture dan mebel yang hendak diekspor terpaksa mengalami penundaan pengiriman. Maskur menyatakan bahwa penundaan ini terpaksa dilakukan hingga situasi politik global, baik di Timur Tengah maupun di negara lain seperti Amerika Serikat, membaik.
“Saat ini, semua pihak masih menunggu perkembangan yang lebih baik dari segi stabilitas politik global. Ini termasuk perang di Timur Tengah dan stabilitas politik di Amerika Serikat,” pungkasnya.
Selain masalah gangguan di jalur pelayaran, eksportir juga dihadapkan pada lonjakan biaya perkapalan yang mencengangkan. Misalnya, biaya pengiriman ke Eropa yang sebelumnya sekitar 1.300-1.500 dolar AS, kini melonjak tajam menjadi 9.000-9.800 dolar AS. “Kenaikan biaya ini mencapai 550 persen,” ungkap Maskur.
Dengan kondisi geopolitik yang belum menentu, industri ekspor mebel dari Jepara harus tetap adaptif dan siap menghadapi berbagai tantangan yang muncul di dunia global saat ini.
